
Sabtu (29/09/2018) di BLOCK71 Jakarta, Gedung Ariobimo Sentral Lt.6, Jl. H.R.Rasuna Said Kav.X-2 No.5, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan dipenuhi banyak pengunjung yang terlihat antusias menghadiri acara Indonesia Creative Digital Architecture. Acara ini didukung dan bekerja sama dengan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Jakarta, IAI Jawa Tengah dan Asosiasi Perguruan Tinggi Arsitektur Indonesia (APTARI).
Indonesia Creative Digital Architecture merupakan kegiatan tahunan yang berpusat di Universitas Indonesia dengan maksud untuk merespon kemajuan digital dalam dunia arsitektur. Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) menunjuk Departemen Arsitektur Universitas Indonesia sebagai Pusat Unggulan Ekonomi Kreatif (PU Ekraf) Sub Sektor Arsitektur yang memiliki tugas mendukung visi misi BEKRAF untuk selalu mengedepankan kreativitas, ide dan stock of knowledge sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonomi kreatif. Sasaran utama Indonesia Creative Digital Architecture merupakan arsitek-arsitek muda dan mahasiswa arsitektur yang diharapkan dapat mengembangkan semangat entrepreneurship para pelaku industri arsitektur di Indonesia.
Acara ini juga melibatkan kerjasama dengan berbagai pihak media cetak, bertujuan agar kemajuan digital dalam dunia arsitektur bisa lebih direspon dengan baik, serta lebih mengenalkan acara ini pada khalayak umum. Selain itu, acara ini juga diharapkan bisa menyentuh semua stakeholder ekonomi kreatif agar terjadi pencapaian yang maksimal dan sesuai dengan skema Penta Helix yang diusungkan oleh BEKRAF. Penta Helix merupakan lima aktor yang saling terkait, yang jika bisa berjalan beriringan, maka percepatan laju pembangunan menjadi dimungkinkan, sehingga peningkatan kualitas kehidupan bisa dihasilkan.
Indonesia Creative Digital Architecture ini terdiri dari tiga rangkaian acara, yaitu workshop, seminar, dan pameran. Ketiga rangkaian acara itu berlangsung di dua tempat, yaitu di Semarang dan Jakarta. Workshop Indonesia Creative Digital Architecture telah terlaksana dengan sukses di gedung Eks Moned Diephuis, Kota Lama, Semarang pada hari Jumat, 24 Agustus 2018 hingga Sabtu, 25 Agustus 2018. Kegiatan workshop ini diikuti oleh 120 peserta yang terbagi dalam dua periode yaitu 60 peserta workshop di hari pertama yang mengambil topik “Design Scripting Fundamentals” dan 60 peserta di hari kedua yang bertopik “Exploration in Parametric Design”.
Seminar Indonesia Creative Digital Architecture dilaksanakan selama dua hari, yaitu pada tanggal 29 dan 30 September 2018. Seminar di hari pertama mengambil tema Optimizing Architecture with Digital Technology dan menghadirkan tiga narasumber, yaitu Rika Sjoekri (Noesis) yang membahas tentang “Building Information Modelling for Managing Delivery Standard”; Erick Budhi Yulianto (BE Studio) yang memaparkan tentang “Creating Digital Platform for Collaborative Future Design Practice” dan Anggie Amalia (MNC Land) yang menjelaskan tentang “Simulation and Modelling for Sustainability Performance".
Seminar oleh Erick Budhi Yulinto (BE Studio) (Foto oleh: Jennifer G)
Seminar hari kedua, mengambil tema “Current Practice of Digital Architecture” yang dihadiri beberapa narasumber, yaitu Rekhaza Panji Riawan dan Erick Young (Spindonesial yang membawkan tema “360o Spartial Visualization’, Mikhael Johanes (Universitas Indonesia) dan Azan Subhie (Natural Architecture Workshop) yang membawakan topik “Algorithmic Design Thinking”, Aswin Indraprastha (Institut Teknologi Bandung) dengan topik pembahasan “Digital Technology in Architectural Education” dan yang terakhir ada Prof. Yandi Andri Yatmo (Universitas Indonesia) yang membahas tentang “Advancing Research and Design Practice”.
Suasana sesi tanya jawab (Foto oleh: Jennifer G)
Suasana pada kegiatan ini cukup serius. Terlihat antusiasme para arsitek muda dan mahasiswa yang hadir pada kegiatan ini dengan dilontarkannya banyak sekali pertanyaan kepada para narasumber. Terdapat satu pertanyaan yang membahas tentang apa yang harus dikuasai oleh lulusan arsitektur, apakah sebagai lulusan arsitektur kita harus bisa menguasai semua tools yang ada atau hanya perlu menguasai konsepnya saja? Pertanyaan ini kemudian ditanggapi oleh beberapa pembicara. Menurut Eka (salah satu tamu pembicara yang berperan dalam dunia arsitektur), yang diperlukan seorang lulusan arsitek adalah cara berpikir. Erick (BE Studio) juga menyetujui pernyataan Eka dengan menambahkan bahwa seorang arsitek tidak harus hebat dalam segala tools. Anggi (MNC Land) pun juga setuju dengan pendapat Eka dan Erick, lulusan arsitek harus mampu untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman dan lingkungan yang ada. Yang penting dan mendasar, lulusan arsitektur harus menguasai analytical thinking. Kita harus mengetahui apa yang ingin kita lakukan dan apa tujuan kita sebenarnya.
Suasana pameran (Foto oleh: Jennifer G)
Selain seminar, terdapat pula beberapa pameran yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu analysis, exploration dan observation. Pameran terdiri dari maket dan board mahasiswa Universitas Pelita Harapan, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan beberapa universitas lainnya. Selain maket dan board, terdapat pula VR (Virtual Reality) yang dihasilkan oleh mahasiswa Universitas Pelita Harapan dimana kita dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk berinteraksi dengan suatu tiruan suasana yang disimulasikan oleh komputer.