
"Komposer"1 - Pencil on paper, Color on digital software 66 cm x 33 cm
Risanda Adisaputra
Hampir setiap hari, pada jam pulang kerja, keadaan bus kota selalu membuat saya ingin secepat mungkin sampai ke rumah. Pada suatu hari ketika saya mesti berdesak-desakan di dalam bis yang terjebak di tengah kemacetan, saya memasang earpohones untuk mendengarkan radio, sekedar menghilangkan suntuk. Pada saat itu saya mendengar sebuah lagu yang membuat tertegun.
Tak perlu gelitik aku tertawa
Tak lagi kulihat ada yang lucu
Ini aku yang dulu namanya terus jadi sisipan leluconmu
Nikmatilah kejutanku
Ini aku yang baru
Nikmatilah rasa itu
T ak lagi dikuasamu
(Lirik lagu ‘Baru” oleh Tulus pada album Gajah)
Ajaib, seperti ada energi masuk ke telinga. Hentakan musiknya membuat semangat. Lirik lagunya tediri dari kata-kata bertutur Bahasa Indonesia yang baik. Saya merasakan emosi marah dalam lagu ini, seperti ingin menegaskan bahwa ia sudah berubah tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Namun lagu ini berhasil dikemas dengan baik, sehingga yang terasa justru energi positif, semangat untuk menjadi manusia yang baru.
Tanpa sadar, Saya tersenyum. Ingatan Saya mundur jauh kebelakang. Saya sudah mengenal suara ini jauh sebelum radio-radio menyiarkannya. Pemilik suara ini adalah senior saya di kampus, ia adalah Tulus. Nama lengkapnya, Muhammad Tulus.
Saya pertama kali bertemu dengan Tulus saat orientasi mahasiswa baru jurusan arsitektur UNPAR, pada Agustus 2007.
Ada pengalaman menarik pada saat persiapan malam acara keakraban yang diadakan oleh mahasiswa baru. Pada saat itu datang para senior untuk melihat perkembangan persiapan acara, salah satunya ialah Tulus. Saat itu rambutnya ikal pendek dan masih menggunakan kaca mata. Tubuhnya yang tinggi besar membuat dirinya dominan dibanding teman-temannya. Ia mendatangi teman saya dan menanyakan tentang rencana dan konsep acara. Suaranya yang lantang dan tegas ternyata membuat teman saya tegang dan kikuk menjawabnya. Di lain kesempatan, saya pernah melihat teman saya yang berasal dari Sumatra sedang berbincang dengan Tulus. Ternyata teman saya merupakan teman lama Tulus. Mereka pun bercakap-cakap dengan dialek Sumatra yang khas. Tulus berasal dari Sumatra Barat, ia baru pindah ke Bandung ketika SMA.
Pada pertengahan tahun 2008, di kampus sedang ada acara musik. Tulus naik keatas panggung dan bersiap-siap dengan microphonenya. Saya kaget ketika mendengar ia menyanyi. Di balik suaranya yang tegas dan lantang, ia memiliki suara yang indah. Ia pun beberapa kali membawakan lagu ciptaannya. Yang saya ingat, ia juga sering menyanyikan lagu-lagu dari penyanyi alm. Chrisye, penyanyi favoritenya.
Tidak berapa lama, Tulus sering tampil di kampus dalam format band, bernama Band Sikuai (diambil dari salah satu nama pulau di provinsi Sumatra Barat). Tidak hanya mahir dalam bernyanyi, kemampuan akademiknya juga cemerlang. Suatu saat namanya masuk dalam nomimasi penghargaan Tugas akhir mahasiswa di kampus. Ketika saya melihat hasil karya tugas akhir perancangan arsitekturnya, saya melihat Tulus sebagai sosok yang berfikir secara sistematis dan memperhatikan berbagai detail.
Setelah Tulus lulus kuliah, saya sudah jarang melihatnya di kampus. Sampai suatu saat, saya mendengar ia akan mengadakan konser untuk rilis album pertama nya di Bandung. Tidak berapa lama, ternyata lagunya berjudul “Sewindu” semakin sering diputar di radio. Saat itu saya merasa Tulus mulai dikenal banyak orang tapi masih dalam lingkup yang terbatas, khususnya di Bandung.
Pada pertengahan 2013, saya kaget mendengar saudara perempuan saya bercerita bahwa ia baru mendengar lagu yang sangat ia sukai berjudul “Sepatu”. Tidak berapa lama, ternyata single itu banyak di putar di radio, kali ini radio di Jakarta. Tulus pun merilis album baru nya yang berjudul “Gajah”. Namanya pun semakin sering di ulas oleh media-media cetak dan elektronik.
Dari semua lagu di album “Gajah”, saya menyukai lagu berjudul “Satu hari di Bulan Juni”.
“Kita tak perlu terlalu banyak uang
Kita bahagia meski tak kemana-mana
Kamu cantik (cantik) meski tanpa bedak (tanpa bedak)
Rasakan ini senang di dadaku memilikimu (memilikimu)
Peluk aku, merdu ku dengar debar jantungmu
Oh tenang Sayang semua kan baik-baik saja “
Lirik dalam lagu itu membuat tenang. Namun terkadang lagu-lagunya berisi perasaan marah, sedih, kecewa yang dituangkan dengan pemilihan kata yang tepat sehingga musik yang dihasilkan memberikan energi positif. Isu yang diangkat dalam lagu-lagunya pun terasa universal, bisa dinikmati berbagai usia dan gender.
Tulus tidak hanya memikirkan musiknya tapi juga terlibat dalam membuat konsep video klip. Ia pun tahu cara menjalin hubungan dengan para pengemarnya dengan menyebut para penggemarnya 'Teman Tulus'. Sudah beberapa kali ia mengadakan konser tunggal. Pemilihan jalur indie dalam karir Tulus membuat Ia bisa lebih bebas dalam menentukan karya dengan keinginannya dari musik, video klip, dan penampilan-penampilan di panggung.
Tahun 2015 nama Tulus semakin banyak dibicarakan. Di tengah gelombang musik Tulus yang semakin menyebar, saya tertarik untuk berbincang dengannya. Ada rasa ingin tahu tentang perjalanan yang ia alami sejak lulus kuliah jurusan arsitektur namun memilih menjadi seorang musisi. Saya ingin mengetahui seberapa besar ilmu yang didapat saat kuliah berdampak pada karir musiknya . Cukup sulit mengatur jadwal bertemu dengan Tulus. Akhirnya saya mendapatkan kesempatan interview di sela-sela rilis video klip 'Jangan cintai aku apa adanya' pada bulan Februari di Dia.Lo.Gue. Setelah acara rilis selesai, saya mulai berbincang dengan Tulus. Kesan saya tidak berubah dengan Tulus yang di Kampus. Tulus berbicara sangat teratur, terlihat dia memilih kata-kata dengan sangat tepat. Sangat menarik ketika mendengarkan proses Tulus bermusik. Siapa sangka Ilmu merancang di bangku kuliah dapat ia terapkan dalam bermusik. Proses pembuatan lirik, masukan untuk aransemen, pembuatan video klip bahkan ide untuk konser dipikiran dengan baik olehnya. Ia sadar pentingnya mengemas suatu karya. Menurut saya, karyanya bisa dinikmati oleh banyak pihak karena disiapkan dengan pemikiran yang matang. Tulus berbagi pengalamannya ketika dibangku kuliah, mata kuliah kesukannya, arsitek kesukaannya, pengalaman mengerjakan tugas akhir dan banyak lagi. Ternyata, walaupun ia sedang berkarir di dunia musik, Tulus masih mempunyai mimpi di dunia arsitektur. Perbincangan tersebut terangkum dalam dialog berikut ini.
DUNIA MUSIK TULUS
“Salah satu adengan Tulus dengan seekor gajah dalam video klip 'Gajah'. Lagu yang dipilih menjadi judul album keduanya”
Bagaimana perasaannya setelah sampai pada tahap ini, melalui jalur independen?
T: Alhamdullilah. Menurut saya intlektualitas orang Indonesia itu semakin hari semakin berkembang. Sejalan dengan itu, apresiasi mereka terhadap karya seni juga berkembang, termasuk musisi independen. Dengan jumlah masyarakat Indonesia yang besar seharusnya masuk akal jika kita mempunyai banyak telinga sebagai pendengar.
Saya penah membaca bahwa proses Tulus menerjemahkan lirik menjadi sebuah komposisi musik adalah dengan cara memberi deskripsi suasana ke Mas Ari Renaldi (produser & pengaransemen), alasannya apa?
T: Karena saya tidak memiliki latar belakang pendidikan musik jadi tidak tahu tuts piano mana yang harus ditekan untuk menyampaikan perasaan saya. Jadi misalnya, saya ingin chordnya sedih, chordnya gelap, chordnya galau yang bisa saya sampaikan hanya suasananya, misalnya Desember tanggal 14, hujan deras di daerah tropis, rumah, banyak jendela dan perabotannya. Perabotannya seperti perabotan Indonesia lama dari material jati, bau kayu kemudian ada teh panas kemudian ada kucing piaraan kakak perempuannya dan yang nyanyi disana adalah adiknya. Seperti itu kira-kira.
“Salah satu Deskripsi suasana yang diberikan Tulus dalam menerjemahkan lirik menjadi sebuah komposisi musik yang terealisasi dalam video klip 'Jangan Cintai Aku Apa Adanya”
(sumber : https://www.youtube.com/watch?v=5L1RVCtL1D0)
Apakah itu lebih efektif?
T: Iya. Karena menurut saya pada titik tertentu kita banyak mengalami kejadian yang sama dengan orang lain, sadar tidak sadar. Yang berbeda hanya ruang dan waktunya saja. Maka dengan cara deskripsi saya mudah untuk memberikan bayangan kepada Mas Ari, tentang musik seperti apa yang diinginkan berdasarkan liriknya.
Menurut Tulus seberapa besar peran video klip terhadap sebuah lagu? Biasanya orang dengar suara saja, tiba-tiba sekarang divisualkan, seperti orang baca buku, tiba-tiba difilm kan?
T: Menurut saya musik video itu adalah satu dari sekian banyak ruang interpretasi. Jadi kalo kita mendengar lagu, kadang apa yang dimaksud oleh penulis lagunya diterima berbeda dengan orang yang mendengarkan. Nah video klip sebenarnya hanya memberikan salah satu pilihan. Tapi kembali pada penonton, kalau tidak setuju dimatikan saja video klipnya lalu dengarkan lagunya sambil terus bertahan dengan pemikiran masing-masing. Jadi pentingnya musik video menurut saya adalah sebatas ekspresi dari si penulis lagunya setelah membuat karya audial menjadi visual.
Saya tertarik dengan video klip lagu Sepatu. Saya sempat menontonnya beberapa kali untuk memastikan jalan ceritanya, mengulang khususnya bagian boneka. Saya penasaran, apakah boneka seperti bapak yang diceritakan itu merujuk ke bapak yang sama dalam dua keluarga? Apakah Satu bapak?
T: Iya mereka satu bapak
“Salah satu adegan dalam video klip lagu 'Sepatu' yang menampilkan boneka sebagai ilustrasi hubungan tokoh bapak dalam dua keluarga yang berbeda, “
(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=DYbSp-B-8AM)
Agak tragis yah jalan ceritanya?
T: Tidak tragis. Itu sangat mungkin terjadi. Pada video klip itu saya menggambarkan salah satu ibunya memakai kebaya, itu menggambarkan kalo dia ada disekitar kita. Kemudian yang satu lagi dengan konstum modern, ia mungkin lebih jauh jangkauan dari kita. Nah itu kan berarti ada distance, jarak antar keduanya dan sangat memungkinkan seorang pria memiliki dua pasangan. Entah dia menikah lalu bercerai kemudian menikah lagi atau menikahi dua wanita. Juga sangat memungkinkan bila anak-anaknya, yang berasal dari kedua istrinya, tidak saling berkomunikasi. Akhirnya memungkinkan juga mereka tidak menyadari kalo mereka bersaudara. Dan sangat memungkinkan mereka jatuh cinta.
Ada rencana apa lagi setelah ini di dunia musik?
T: Setelah ini belum ada rencana lagi. Ingin menjalaninya saja. Promo video klip ini saja dulu. Apa ada yang salah dengan klipnya? tidak ada yang salah kan? klipnya bagus semua kan?
Baguus. Video klip tadi-Jangan Cintai Aku Apa Adanya, membuat saya terharu.
T: Semoga semua juga terharu,
Boleh ceritakan, dari mana ide video klip itu?
T: Sederhana saja. Saya juga tidak tahu kenapa bisa terpikir.
Apakah idenya datang dari Tulus?
T: Iya idenya dari saya. Saya hanya ingin menggambarkan tentang orang yang yakin berkarya dengan apa yang dia suka dan membuktikan kepada dirinya sendiri kalau dia bisa berkembang, dia bisa mendapatkan hidup yang lebih baik, dia bisa membuat hidupnya lebih baik dengan menjalani apa yang dia yakini.
Saya pernah membaca komentar di salah satu video klip Tulus di youtube. Ada orang asing yang menulis bahwa dia tidak mengerti liriknya tapi ada perasaan tergugah saat melihat video klip dan mendengar lagunya. Menurut Tulus mengapa hal itu bisa terjadi ?
T: Musik itu berbicara tentang ruang. Ruang seperti apa yang ingin kita wujudkan? Apakah ruang yang sendu? ruang yang penuh dengan depresi dan tekanan? penuh dengan kekasaran atau ruang yang penuh dengan hura-hura? Selama ruang yang ada dalam pikiran kita tersampaikan , maka ia dapat dikategorikan sebagai musik yang berhasil. Setelah lagu terwujud bahasa jadi faktor kesekian. Apakah kamu ingat fenomena lagu Asereje (Las Ketchup), Apakah kamu mengerti artinya?
Tidak
T: Tapi kamu tetap menikmati lagunya. Semua orang menikmati lagu itu. Atau apakah kamu tahu arti lagu Gangnam Style (Psy)? Pasti ada sebuah ruang yang sulit dijelaskan tapi tetap sampai. Itu bahasa.
Menurut Tulus lagu dengan lirik berbahasa Indonesia bisa diterima masyarakat internasional? Ada rencana menulis lirik berbahasa asing?
T: Hal itu sangat memungkinkan kalo kita bangga menggunakan bahasa kita. Kita bergerak dari situ dan orang akan menangkap betapa bangga nya kita (dengan bahasa Indonesia) dan orang akan mengapresiasikan itu. Walaupun saya juga gak menutup diri dari kenyataan mungkin ada jalan pintas, menulis dengan bahasa internasional dan itu sah-sah aja.
Dengan mengetahui ada ruang dalam musik, apakah berencana untuk memperbesar ruang musik untuk diterima oleh lebih banyak pendengar?
T: Tidak juga. Saya hanya berpikir ingin menyampaikan apa, atau sedang merasakan apa. Lalu saya tulis dalam lagu. Hanya seperti itu.
Apakah ada pengaruh dari ilmu arsitektur dalam proses menulis lagu?
T: Apakah kamu ingat kalau dalam arsitektur ada tiga poin penting: venustas, firmitas & utilitas. Venustas itu keindahan. Firmitas itu struktur atau ke-rigid-an. Kemudian utilitas itu fungsi. Menurut saya dalam musik juga sama. Musik harus memiliki venustas, keindahan. Yang kedua musik itu harus firm, dia harus punya struktur. Kalo musik tidak berstruktur, dia tidak bisa didefinisikan. Itulah alasan kenapa ada genre, kenapa ada detail ini atau itu. Begitu juga alasan seseorang memilih rock dibanding jazz, atau soul dibanding funk, karena ia punya struktur. Dan ketiga musik punya utilitas. Utilitas itu nilai guna untuk penikmat, kalau musik dibuat sebagus mungkin tapi tidak mendapatkan apresiasi, dia tidak selesai. Jadi,prinsip-prinsp yang saya pelajari di arsitektur dapat saya aplikasikan di dunia musik.
Sejak kapan mulai sadar tentang kesamaan itu?
T: Saat menulis lagu. Saya menulis lagu pertama kali tahun 2008. Saya sudah berpikir, jika musik sama aja dengan arsitektur. Kita membangun sesuatu untuk dinikmati. Arsitektur dan musik sama-sama menciptakan ruang untuk dinikmati.
Apakah Tulus lebih dulu tertarik menjadi musisi atau arsitek?
T: Saya sudah suka musik sejak kecil. Arsitektur, sepertinya, tidak mungkin dari kecil sudah tahu. Suka arsitektur mungkin belakangan. Saya suka gambar, dari situ saya jadi tertarik untuk studi arsitektur. Hanya tetap saja, walaupun saya studi arsitektur tapi sebenarnya didalam hati saya tetap punya kecintaan yang besar terhadap musik, menulis lagu dan yang berhubungan dengan musik.
SISI ARSITEKTURAL TULUS
Seminggu rutinitasnya apa aja?
T: Di dunia musik tuh gak ada rutinitas, jadi gak tau, tiap hari kadang-kadang bisa aja manggung, bisa juga gak ada manggung.
Apakah sekarang masih praktik arsitektur?
T: Sekarang sudah tidak. Sebenarnya bisa saja disempatkan untuk berpraktik. Cuma masalah energi saja. Dua-duanya bergerak di ruang kreatif. Musik ruang kreatif, arsitektur ruang kreatif dan agak sulit untuk mengerjakan keduanya secara pararel dengan porsi yang sama. Walaupun saya ambil kerjaan di arsitektur gak akan sebanyak di musik.
Terakhir membuat karya apa?
T: Terakhir saya bikin ilustrasi untuk iklan Dji Sam Soe. Mereka meminta saya untuk membuatkan konsep bangunannya. Itu setahun yang lalu.
Sempat punya karya arsitektur yang terbangun?
T:Rumah tinggal sendiri saja dan ada beberapa proyek-proyek komersial.
Apakah saat ini masih ada yang tawaran untuk pekerjaan arsitektur?
T: Ada. Terakhir ditawari untuk mengerjakan perumahan. Tapi saya tidak bisa ambil, karena seperti Kamu tahu, masalahnya adalah jadwal bermusik, hari ini disini besok disana. Karena itu sekarang jadi pekerjaan saya. Itu tanggung jawab saya sekarang. Saya gak bisa ambil semua asal-asalan tapi bertanggung jawab gitu.
Apakah Tulus punya kota impian untuk masa tua?
T: Bukit tinggi, dan punya rumah tinggal di Jogja, dan juga di Stutgart. Ceritanya mau jadi pengusaha properti apa? di mana-mana ada rumah haha
Boleh ceritain tentang Kota Bukit Tinggi?
T: Bukit Tinggi adalah kota kecil dengan suhu yang dingin banyak pohon-pohon besar. Pusat kotanya jam gadang. Jalanannya besar, isinya orang-orang dengan frekuensi, gimana ya, santai-santai tapi mikir gitu.
Saya suka memperhatikan, Kenapa sering menggunakan baju warna hitam ketika manggung?
T: Karena saya kan besar. Saya badannya gede banget. Kalo saya pake baju yang terang-terang tuh, saya suka gak PD. Jadi berasanya kayak ganggu, bikin distorsi. Jadi kalo pake hitam tuh terasa badan saya lebih kecil, jadi lebih nyaman aja.
Sempet kepikiran juga sama alasan dari buku ‘why architect wear black?’ gak?
T: Iya kan ada buku itu. Salah satunya ada yang jawab karena warna hitam membuat badan terlihat lebih kecil, itu yang saya rasain, tapi tidak tahu bagaimana orang lain menangkapnya.
Siapa arsitek favorit Tulus? Alasannya?
T: Tadao Ando, Karena permainan gelap terangnya brilian tapi juga terasa sangat familier, nggak asing.
“Tulus dalam video klip ' Baru'. Ia menggambil gambar di beberapa bangunan karya Tadao Ando di Tokyo”
Tulus tertarik dengan arsitektur dari sisi apa?
T: Dulu saya tertarik dengan STEFA (Sejarah, teori dan Falsafah Arsitektur). Tapi saya juga suka liat bangunan. Saya gak terlalu suka dengan bangunan yang banyak gaya. Yang penting fungsional dan tahan lama.
Dulu SAA (Studio Akhir Arsitektur) nya merancang apa?
T: Bandung Art Exchange, pusat perdagangan barang-barang seni Bandung
Masih inget gak proses studio akhirnya?
T: Dulu berpikir, alangkah lebih baik jika seniman-seniman itu punya satu tempat, punya satu wadah yang memudahkan mendapatkan akses ruangan untuk bisa mempresentasikan produknya. Contohnya, selain lukisannya bisa dijual lebih tinggi, karya dan kreatifitas mereka bisa lebih mendapat ruang yang lebih layak. Itu salah satu alasan kenapa buat Rancangan Pusat Perdangan Barang-Barang Seni di Bandung. Cakupan ruang seni nya juga luas, mulai dari seni patung, seni lukis dan barang-barang produk seni lainnya,
Apakah proses pengerjaanya lancar?
T: Tidak, kalo lancar tidak seru, Saat itu pembimbingnya adalah Pak Basuki. Berubah 20 hari sebelum pengumpulan. Ulang lagi dari nol. Mengerjakan dengan penuh tekanan dan deg-degan. Tapi ntah kenapa lagi-lagi secara abstrak, kondisi kayak gitu membuat kita punya ide baik. Alhamdullilah bisa diselesaikan, hasilnya juga cukup memuaskan.
Kalo Skripsi dulu membahas tentang apa?
T: Skripsi dulu tentang pendataan. Pendataan bangunan tradisional Minangkabau. Objek skripsinya Rumah Gadang, kalo gak salah namanya Rumah Gadang Datuk Bandaro Kuniang, di kota Batu Sangkar, Sumatra Barat.
Apa pendapat Tulus tentang apresiasi masyarakat Indonesia terhadap bangunan?
T: Sepengetahuan saya, di Indonesia apresiasi terhadap bangunan dan kualitasnya masih hanya di akses oleh orang-orang yang berkesempatan mendapat pendidikan yang baik. Orang-orang dengan tingkat intelektualitas yang baik dan orang-orang yang belajar arsitektur. Hal itu agak disayangkan. Sebenarnya itu bisa jadi materi pendidikan oleh pemerintah . Apakah kamu setuju? Contoh sederhana. Kalau orang merasa rumah tidak perlu pake arsitek menurut saya sayang sekali, walau mereka berhak. Hal itu memungkinkan karena toh untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan kadang tidak akanakan ditanya,“Bagaimana hubungan antara kamar tidur utama dengan ruang keluarga?” Sebenarnya ada standarnya, tidak sekedar luasan. Jadi mungkin pemerintah bisa membantu seperti misalnya, yang ekstrim, untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan, pemerintah mempelajari sampai rencana denahnya. Jadi, orang-orang, apalagi yang terkait dengan fasilitas-fasilitas umum dibuat untuk terbiasa dengan bangunan-bangunan dengan standar nilai arsitektural yang baik. Mungkin bisa dimulai dari situ. Lalu, apresiasi yang tidak tinggi juga bisa dilihat dari bagaimana kita memperlakukan bangunan, bagaimana kesadaran kita merawat bangunan. Saya pernah pergi ke salah satu bandara Indonesia yang paling bagus beberapa tahun yang lalu. Pertama masuk saya berkata, “Gila bagus banget”. Namun ketika saya datang kesana setahun kemudian saya kecewa, “Gila kok jadi kayak gini, sudah tidak bagus, sudah lepas-lepas tidak dibenerin, dindingnya hitam-hitam dan tidak dicat ulang. Kran di kamar mandi sudah lepas-lepas. Toilet sudah gak ada tutupannya. gak bisa di flush”, dan lain sebagainya.
Apa pendapat Tulus tentang profesi aristek itu sendiri?
T: Sangat penting, karena sebenernya yang dipelajari pada arsitektur itu ruang yang ditinggali manusia. Ilmu para arsitek yang diaplikasikan pada bangunan-bangunan itu membentuk perilaku kita. Kapan kita harus bicara lebih pelan, kapan kita harus bicara lebih keras, kapan kita harus ketemu keluarga kita kalau di dalam rumah. Kenapa kita harus dapat pendaran cahaya matahari bukan matahari langsung, apa dampaknya ke kita. Yang seperti itu sangat membentuk kita. Sangat penting, karena sebenernya yang dipelajari arsitektur itu ruang yang ditinggali manusia, dan ilmu itu penting banget. Saya berharap kesadaran orang-orang terhadap betapa pentingnya peranan arsitek dalam arsitektur semakin berkembang.
Walaupun saat ini tidak aktif di dunia arsitektur, tapi punya harapan pribadi gak terkait dengan ilmu arsitektur yang sudah dimiliki Tulus?
T: Saya punya harapan. Kuliah arsitektur itu tidak gampang. Kamu juga ngerasain kan, kuliah arsitektur berdarah-darah apalagi di UNPAR kan, hahaha. Saya berharap, suatu saat nanti punya kesempatan berkarya di dunia arsitektur, dan kalo boleh berharap lebih saya ingin punya kesempatan untuk melanjutkan studi saya di arsitektur. Mudah-mudahan bisa berkarya di dunia arsitektur, itu akan membuat saya sangat senang.