Kei Minohara: Ruang Komunal di antara Privat dan Publik

Kota sebagai sistem buatan manusia harus bisa hidup berdampingan dengan alam.

Author

42 tahun yang lalu, Kei Minohara pernah datang memenuhi undangan pemerintah Indonesia untuk membuat rencana tata ruang Jakarta. Pada kedatangan keduanya kali ini, Kei yang telah berumur 81 tahun berbicara pada Simposum Atap Jakarta.

Kei adalah seorang perencana kota senior, presiden dari Minohara Project Conductor’s Office. Cukup sulit menemukan informasi tentangnya di internet. “Saya tidak terbiasa dengan dunia maya. Saya lebih senang berbagi saat bertatapan langsung. Seperti saat ini, saya bisa melihat Anda dan sebaliknya. Dengan begitu saya bisa nyaman bercerita” katanya di akhir sesi wawancara. Mungkin itu alasan mengapa saya sulit mencari informasi.

Kei terkejut dan tersenyum ketika ia tahu saya membaca konsep Urban Garden Region yang pernah ia presentasikan pada tahun 2006. “Dari mana kamu membacanya?” tanya Kei. Pada presentasi itu ia memunculkan pertanyaan, “Apakah kota merupakan kumpulan dari rumah-rumah atau rumah hanyalah bagian dari kota?” Untuk mengetahui pendapat dia tentang jawaban tersebut serta hubungannya dengan tema seminar “Exterior/Interior”, mari simak wawancara ini.

Ini kedua kalinya Anda datang ke Jakarta. Selama 42 tahun, apakah Anda pernah melakukan riset lagi tentang Kota Jakarta?

Tidak. Saya hanya mengetahui perkembangan Jakarta secara umum pada tahun 1972 dan1998.

 Pada awal presentasi tadi Anda bilang bahwa, ketika Anda datang semalam lalu melihat bangunan mall di sekitar bundaran HI, Anda merasa kehilangan sense of place. Seberapa penting sense of place itu pada skala urban di zaman ini?

Masalahnya adalah di mana kamu benar-benar ingin berada dan di mana kamu merasa nyaman menjadi sangat penting.

Pada negara berkembang, data demografi menunjukan bahwa generasi muda lebih mendominasi. Mereka bisa mengubah interaksi sosial karena mereka muda dan perlahan-lahan bertumbuh menjadi dewasa. Dan saat ini infrastruktur di Jepang telah berbeda, sama seperti pada negara lain yang sedang berkembang. Ketika kamu muda, aspek tempat tidak begitu penting. Yang penting adalah siapa yang kamu  sayangi ,keluarga dan interaksi antara sesama. Semakin kamu bertumbuh, masyarakat semakin terbentuk dan kamu terpaku pada lingkungan. Alamiahnya, hubungan antara dirimu dan lingkungan menjadi isu besar. Itulah mengapa tempat menjadi sangat penting di Eropa dan bahkan di Jepang.

Saya tidak tahu data demografi di Jakarta. Generasi muda mungkin tidak banyak mengambil peran, tapi suatu ketika mereka pasti bertumbuh dan mereka baru akan merasakan Jakarta. Dan sebelum saat itu terjadi, mungkin aspek tradisi sudah hancur, dan mungkin kamu baru menyesalinya.

Bagaimana Anda mendefinisikan eksterior dan interior dalam skala kota pada era modern?

Pada era modern, pola pikir modern coba untuk memisahkan area menjadi dua:  privat dan publik, privat sebagai nilai interior dan publik sebagai nilai eskterior. Sekarang pemisahan itu menghilang. Di antara interior dan eksterior ada ruang antara. Seperti yang dikatakan Fujimoto, ruang di tengah itu membiaskan batas. Saya pikir di antara privat dan publik muncul nilai komunal. Masyarakat saat ini lebih memilih nilai komunal tersebut.  Maka kamu  bisa lihat bahwa nilai interior dan eksterior saat ini telah berubah.

Bagaimana hubungan antara rumah dan kota? Apakah kota merupakan akumulasi dari rumah-rumah atau rumah hanya bagian dari kota?

Konsep dasar dari sistem politik dan sosial dibuat berdasarkan komunitas. Titik berangkatnya adalah keluarga lalu menjadi komunitas lalu, mungkin, menjadi kota. Lebih besar lagi, mungkin lebih dari seratus ribu orang perkota. Akumulasi ini membutuhkan sistem politik baru. Saat itu, jenis pemerintahan baru dibutuhkan. Akibatnya masyarakat harus memercayakan perkembangan pada birokrasi. Masalahnya adalah, di manapun di dunia, tidak ada filosofi tentang sistem tersebut yang bisa benar-benar demokratis. Mereka tidak bisa memperhatikanmu dengan baik secara personal. Masyarakat sudah tidak bisa lagi mengendalikannya perkembangan. Itu hal yang sulit.  Kita harus merekonstruksi, mulai dari keluarga.

Pada tahun 2006 Anda berbicara tentang Urban Garden Region, sebuah konsep untuk menyelesaikan masalah perkotaan di Tokyo. Selama hampir 8 tahun ini, apakah ada perkembangan dari konsep tersebut?

Tidak ada yang berubah. Saya pikir perspektif saya sudah benar.

Di Eropa, sejarah menunjukkan kalau mereka memiliki dinding kota. Kota menjadi otonom. Jepang tidak memiliki sejarah tentang kota seperti itu. Kita memiliki daerah suburban yang bercampur dengan area pertanian dan kota. Itulah bagaimana cara hidup berdampingan.  Maka yang harus kita pikirkan adalah bagaimana membuat keseimbangan ekologi dengan menjaga keragaman mahluk hidup. Kita harus berpikir bagaimana alam dapat hidup berdampingan dengan sistem buatan manusia, seperti kota.

Sir Ebenezer Howard juga menginisiasi konsep Garden City, apakah ada kesamaan dengan konsep Urban Garden Region?

Tentu saja, konsep Garden City mengalami banyak perkembangan setelah itu menjadi beberapa tipe. Saya menggunakan gambaran dari Thomas Sieverts dalam bukunya Zwischenstadt/in-between city. Ia bliang tidak ada kota yang benar-benar eksis sendiri. Tidak ada kota yang benar-benar independen. Mereka berhubungan satu sama lain. Gambaran itu sangat dekat dengan konsep Urban Garden Region saya.

Anda merencanakan sebuah kota. Saya ingin bertanya sedikit filosofis. Apa pengertian makna tinggal atau hidup sehari-hari di kota menurut Anda?

Pertanyaan sulit. Itu berhubungan dengan religiositas dan hubungan dengan hidup yang lebih mendalam.

Pendeknya, bagi saya tinggal atau hidup di dunia haruslah berdampingan dengan alam. Mungkin dalam kerangka filsafat barat itu bisa disebut dengan ecological philosophy.



comments powered by Disqus
 

Login dahulu