
Mahasiswa/i Arsitektur Universitas Pelita Harapan angkatan 2018 berada di Kota Manila untuk melaksanakan study trip pada tanggal 7 hingga 10 Februari 2020. Tujuan dari perjalanan ini adalah untuk memberi dukungan bagi mata kuliah Teori Arsitektur Kontemporer dan Desain Arsitektur 2 yang mengangkat topik Sacred Place. Mahasiswa diharapkan dapat mengalami secara langsung ruang arsitektur sakral yang terbentuk, berupa katedral. Banyak Katedral di Manila yang terbentuk akibat peninggalan Bangsa Spanyol dan sudah mengalami keruntuhan beberapa kali. Tiap Katedral yang dikunjungi memiliki unsur yang unik hingga berbed dari Katedral yang lainnya. Kunjungan ke beberapa arsitektur sakral bertujuan untuk mempelajari, membandingkan, dan menyimpulkan pembentukan tiap bangunan sakral masing-masing.
Interior pada Holy Sacrifice
(Foto oleh Lewina Verin)
Arsitektur pertama yang kami kunjungi adalah Chapel Parish of the Holy Sacrifice oleh Leandro Locsin tahun 2005. Meskipun Locsin bekerja dengan gaya Modernis, ia tercatat sebagai satu-satunya desainer kontemporer yang menangkap "tampilan Filipina yang berbeda" dalam desainnya. Gereja ini dikenal sebagai landmark historis dan harta karun budaya oleh Museum Nasional Filipina. Bangunan ini menjadi Gereja pertama yang memiliki bentuk melingkar dan cangkang beton yang tipis dengan alur sirkular di Filipina.
Skylight pada Holy Sacrifice
(Foto oleh Lewina Verin)
Pusat dari denah ini adalah altar yang dielevasi dari lantai dengan tiga anak tangga. Atap yang terbuat dari beton dengan bentuk kubah dibiarkan telanjang. Kubah dari Kapel ini didukung oleh 32 kolom yang terletak di sepanjang tepi. Desain unik dari kubah ini membuat cahaya matahari masuk dan ventilasi udara. Di tengah kubah terdapat skylight, yang mendukung bell tower.
Dengan bentuk arsitektur yang sangat terbuka membuat atmosfer Kapel ini seakan mengundang pengunjung untuk masuk. Salib yang digantung di tengah Kapel memperbolehkan pengunjung dari berbagai sisi untuk berdoa menghadap patung tersebut. Di atas salib yang digantung terdapat skylight untuk meneranginya sehingga salib tersebut menjadi spotlight dari Kapel ini.
Kapel Locsin awalnya tampak menjauhkan diri dari tradisi Filipina sepenuhnya, lebih menyukai kepekaan desain kontemporer dari negara-negara Barat yang sampai hanya sembilan tahun sebelumnya, telah menjadi kosakata arsitektur yang mengendalikan di Filipina selama berabad-abad. Kubah shell beton, pada saat itu, merupakan perkembangan baru di Asia.
Interior pada St. Alphonsus Mary de Liguori Parish
(Foto oleh Lewina Verin)
Pada tahun 1968, Arsitek Leandro Locsin merancang Gereja 800 meter persegi yang rendah dengan interior yang gelap. Rencana awalnya adalah untuk membangun Gereja berbentuk kotak dengan atap rata. Tahun 2000, api menghancurkan Gereja dan hanya tersisa 28 penopang saja. Setelah melalui banyak pertimbangan, paroki memutuskan bahwa akan lebih ekonomis dan simbolis untuk memanfaatkan penopang daripada menghancurkannya dan mulai dari awal.
Struktur pada St. Alphonsus Mary de Liguori Parish
(Foto oleh Lewina Verin)
Hal terpenting yang dilakukan dalam pembangunan gereja yang sudah runtuh adalah menggunakan kembali struktur yang ada. Struktur yang ada akan berfungsi sebagai Memori, pengingat akan banyak peristiwa yang dirayakan oleh jemaat di dalamnya, serta pengingat bahwa jemaat telah selamat dari sebuah tragedi. Ini seperti naiknya phoenix, bahwa struktur itu akan berfungsi sebagai simbolisasi Iman. Simbolisme itu menunjukkan ajaran iman Katolik: struktur aslinya berbicara tentang kematian, penderitaan, kematian; ruang baru yang menjulang berbicara tentang surga, rahmat, dan kebangkitan.
Sekarang, bangunan ini sebagian besar berwarna putih sehingga pengunjung timbul perasaan yang ramah dan mengundang untuk masuk. Pengulangan elemen yang harmonis - dalam hal ini buttresses - menambah ritme pada desain. Arch pada atap dengan penutup elemen kaca yang memperbolehkan jemaat untuk melihat langit-langit diluar Kapel. Struktur yang mulia dengan atmosfer yang tenang membuat orang ingin masuk dan benar-benar merasakan kehadiran Tuhan.
Interior pada Minor Basilica of San Sebastian
(Foto oleh Lewina Verin)
Arsitektur yang terakhir adalah Minor Basilica of San Sebastian oleh Genaro Palacios. Gereja ini dulunya terbuat dari kayu, lalu terbakar pada tahun 1651. Kemudian dibangun kembali dengan batu bata namun terjadi bencana gempa pada tahun 1880. Tahun 1880, Esteban Martinez, menghadirkan arsitek Spanyol bernama Gennaro Palacios dengan rencana untuk membuat Gereja yang tahan api dan gempa dengan menggunakan struktur baja.
Augustinian Recollects memutuskan untuk melakukan tantangan membangun Gereja berbahan baja dengan tujuan mengatasi tiga masalah. Yang pertama, gempa bumi yang sering menyerang negara Filipina. Kedua, sebuah Gereja logam akan menghindari api yang sangat umum terjadi di Filipina. Dan terakhir, logam dapat mencegah rayap untuk memakan struktur dan merobohkan bangunan lagi.
Lukisan dan Jendela Horizontal pada Minor Basilica of San Sebastian
(Foto oleh Lewina Verin)
Sebastian Church dinyatakan sebagai landmark bersejarah dan harta karun budaya - sebutan bergengsi untuk bangunan bersejarah yang berusia lebih dari seratus tahun. Terdapat beberapa lukisan tua yang sudah pudar karena korosi dan jendela horizontal warna-warni yang membuat Gereja ini terkesan sudah berabad-abad umurnya. Jendela horizontal yang tinggi memungkinkan penerangan cukup untuk bagian dalam Gereja. Kolom baja, dinding, dan langit-langit yang dilukis oleh Lorenzo Rocha, Isabelo Tampingco, dan Felix Martinez digunakan untuk menghiasi interior Gereja.
Dari ketiga bangunan sakral yang sudah mahasiswa/i Universitas Pelita Harapan angkatan 2018 kunjungi, dapat dipelajari kesakralan pada suatu Kapel dapat terjadi dari berbagai kejadian yang membuat tiap bangunan itu unik. Keunikan tersebut dapat terbangun dari histori yang telah dialami. Chapel Parish of the Holy Sacrifice merupakan bangunan yang bersejarah karena merupakan sebuah bangunan yang mengenalkan perkembangan baru di Asia, yaitu kubah beton. St. Alphonsus Mary de Liguori Parish merupakan bangunan sakral yang telah melewati sejarah panjang. Alphonsus Mary de Liguori telah melewati bencana kebakaran api yang akhirnya menggunakan sisa strukturnya untuk membangun kembali bangunan tersebut sekaligus untuk mengingat memori kejadian kebakaran. Minor Basilica of San Sebastian sama halnya seperti Alphonsus Mary de Liguori, bangunan tersebut terbentuk sebagai hasil dari berbagai bencana yang telah dialami hingga pada akhirnya Kapel tersebut dibangun kembali menggunakan material yang tidak biasa yaitu baja.
Tidak ada keraguan bahwa study trip ke Manila memiliki banyak pelajaran yang dapat dipetik. Kunjungan ke beberapa arsitektur sakral yang historis membuka pikiran mahasiswa dalam berpikir lebih dalam mengenai bangunan sakral. Tidak hanya elemen dekorasi atau simbol-simbol yang terpapar untuk mengategorikan sebuah bangunan tersebut sakral. Melainkan, dengan adanya elemen histori dan tragedi yang terjadi di dalam sebuah Kapel dapat membuatnya memiliki definisi kesakralan yang menonjol dan sangat berkesan hingga membedakannya dari Kapel pada umumnya.