Angan-angan Toilet Nyaman di Taman Monas

Ulasan pameran Toilet Publik di Ruang Publik

Author

“…Our forebears, making poetry of everything in their lives, transformed what by rights should be the most unsanitary room in the house into a place of unsurpassed elegance, replete with fond associations with the beauties of nature.” – Junïchiro Tanizaki, In Praise of Shadow

Boleh jadi renungan Jun’ichiro Tanizaki di atas selaras dengan apa yang dibayangkan para arsitek: toilet yang lebih dari sekadar “fasilitas sanitasi untuk tempat buang air besar dan kecil, tempat cuci tangan dan muka”—demikian yang tertera dalam standar toilet umum Indonesia. Selain masalah fungsi dan jumlah yang harus memadai, kualitas, citra, dan pemaknaan ruang toilet sesungguhnya dapat menjadi alat untuk mendorong masyarakat menghargai lingkungan dan kebersihan.

Itu sebabnya, upaya untuk menciptakan desain toilet umum yang baik, seperti pada pameran Toilet Publik di Ruang Publik yang diselenggarakan pada 10 Februari sampai 2 Maret 2015 di gedung Eks Pasar Jeans, Tjipta Niaga, Kota Tua, menarik untuk ditelusuri. Avianti Armand, sebagai Kurator, mengajak 10 kantor arsitek yaitu Andramatin, Aboday, Ahmad Noerzaman, Djuhara+Djuhara, Sonny Sutanto Architects, Hadiprana, Studio Tonton, D-Associates, Nataneka, dan Han Awal & Partners, untuk beramai-ramai membuat usulan rancangan toilet guna mengisi kurangnya kebutuhan toilet di Taman Monas.

Toilet publik di Taman Monas rancangan Han Awal & Partners

Toilet publik di Taman Monas rancangan Andramatin

Menurut catatan Avianti, ketersediaan fasilitas toilet umum di Taman Monas hanya sanggup melayani setengah dari jumlah pengunjung yang ada. Pun dari 1 toilet permanen dan 15 toilet portabel yang tersedia, 5 di antaranya rusak. Ketidaktersediaan ini punya konsekuensi luas baik itu dari aspek kesehatan, kebersihan, juga pada kepublikan pada ruang dan tempat itu sendiri. “Di saat-saat padat pengunjung,” kata Avianti dalam pengantar pameran, “kurangnya fasilitas toilet ini mengakibatkan Taman Monas menjadi sebuah ‘toilet raksasa’.”

Pada seluruh karya yang dipamerkan, masalah ventilasi dan cahaya adalah dua aspek mendasar yang hendak diselesaikan dengan tujuan menghadirkan ruang yang segar, bersih, dan tidak lembap. Kesepuluh arsitek yang berpartisipasi mendekati masalah ini dengan mengangkat bagian atap toilet sehingga memberikan celah tipis untuk perputaran udara dan bukaan-bukaan guna masuknya cahaya. Hanya Studio Tonton dan Aboday yang menggunakan pendekatan berbeda. Studio Tonton lewat geometri piramida terpancung memanfaatkan celah-celah pada bidang miring dan bagian puncak sebagai jalur lewatnya cahaya dan udara segar. Sementara pada karya Aboday, jalur cahaya dan udara hadir lewat bentukan-bentukan seperti cerobong yang disediakan pada tiap sekat ruang. 

Toilet publik rancangan Aboday

 

Toilet publik di Taman Monas rancangan Studio Tonton

Bagi saya, yang paling menarik dari rancangan para arsitek ini adalah bagaimana mereka membuat hubungan antara toilet dan ruang publik. Secara umum ada dua kelompok pendekatan yang digunakan. Kelompok pertama mencoba menarik masuk kesan atau suasana ruang publik ke dalam toilet. Misalnya, pada rancangan Andramatin, Aboday, Studio Tonton, dan Hadiprana yang memberikan perluasan ruang berupa teras atau taman pada bangunan toiletnya. Contoh lain yaitu pada desain Djuhara+Djuhara dan Han Awal & Partners yang membiarkan pepohonan manjadi bagian dari arsitektur toilet mereka.

Kelompok kedua menjadikan toilet sebagai bagian dari elemen ruang publik. Karya Sonny Sutanto Architects dan D-Associates masuk pada kelompok ini. Bangunan toilet dijadikan sebuah “fondasi” untuk menghadirkan kegiatan lain. Pendekatan keduanya agak serupa, dengan membuat undakan berupa trap-trap sampai ke atap bangunan. Trap-trap ini bisa digunakan sebagai tempat berfoto bersama dengan latar Monas atau sekadar tempat beristirahat. Nataneka dan Ahmad Noerzaman adalah dua desain yang mencoba menyelesaikan desain toilet ini dengan efisien. Dengan membelah massa menjadi dua dan mengapit sebuah jalur yang langsung menuju Monas, desain dari Ahmad Noerzaman melebur dengan taman. Desain dari Nataneka meliuk di antara pepohonan taman sehingga kehadiran bangunan toilet tidak mengganggu tatanan ruang taman itu sendiri.

Toilet publik di Taman Monas rancangan D-Associates

 

Toilet publik di Taman Monas rancangan Nataneka

Pengolahan kegiatan di dalam toilet itu sendiri sayangnya tidak banyak terolah. Pendekatan program yang dilakukan sebatas membelah massa menjadi dua—antara toilet laki-laki dan perempuan—atau membuat sirkulasi yang kemudian mengarahkan pengunjung ke dua sisi yang berbeda. Padahal, menarik untuk memikirkan lebih lanjut bagaimana masyarakat kita sekarang ini menggunakan toilet. Pertanyaan-pertanyaan seperti apakah toilet tersebut sebaiknya menggunakan saniter jongkok atau duduk, atau bagaimana cara mencuci kaki dan tangan yang jitu di ruang publik seperti Taman Monas, dapat menjadi peluang desain yang unik. Bahkan, pembagian bilik-bilik itu sendiri bisa dipertanyakan demi membuat toilet jadi lebih efisien dan memberi ruang yang lebih baik tanpa harus menekankan pada aspek bentuk.

Jika memperhatikan rancangan tiap arsitek ini, tidak banyak yang memulai perancangannya dari pemahaman konteks makro dari Taman Monas. Tampak tiap arsitek menjadikan toilet rancangannya sebagai simpul-simpul ruang publik mikro di Taman Monas. Sonny Sutanto Architects, D-Associates, dan Ahmad Noerzaman adalah tiga arsitek yang tampak jelas dengan sengaja memanfaatkan posisi tapak rancangan mereka untuk memicu pendekatan perancangan mereka.

Toilet publik di Taman Monas rancangan Ahmad Noerzaman

Toilet publik di Taman Monas rancangan Sonny Sutanto Architects

Pameran Toilet Publik di Ruang Publik ini jelas jauh dari tuntas, apalagi menyelesaikan masalah. Namun, pameran sederhana ini bisa menggelitik, mengajak, dan mungkin saja menegur berbagai pihak terkait untuk segera melakukan perbaikan pada ruang publik kita. Gagasan-gagasan para arsitek ini memang bukan bertujuan untuk langsung dilaksanakan, melainkan untuk memprovokasi kita semua memikirkan masalah toilet dan ruang publik ini dengan serius dan aktif. Paling tidak, kita bisa berangkat dari Taman Monas.

 

Toilet publik di Taman Monas rancangan Hadiprana

Toilet publik di Taman Monas rancangan Djuhara+Djuhara



comments powered by Disqus
 

Login dahulu