
Ketika diminta untuk memberikan rekomendasi narasi aural untuk sebuah instalasi, saya teringat pada beberapa kata kunci: instalasi, mahasiswa semester dua, belum arsitektur, ruang, dan eksplorasi.
Tiba-tiba saya teringat pada Requiem, sebuah komposisi berdurasi 6 menit 38 detik oleh band King Crimson. Komposisi tersebut diperkenalkan melalui album Beat (1982), saat King Crimson telah berusia 13 tahun.
Album Beat adalah sebuah album-konsep oleh King Crimson sebagai tribut mereka terhadap generasi penyair Beat dengan tokoh-tokohnya semacam Allan Ginsberg, William S. Burrough, Jack Kerouac dan Neal Cassady. Seperti album-konsep lainnya, tidak terlalu jelas mengapa King Crimson memilih bercerita tentang generasi Beat. Sebagai sebuah grup Progressive Rock kugiran, yang disebut-sebut sebagai asal-muasal istilah Progressive Rock itu sendiri, faktor multi tafsir misterius ini merupakan bagian dari daya tarik selain aspek musikalnya.
Requiem merupakan komposisi penutup dari album Beat yang, anehnya, singkat dan padat bagi ukuran kebanyakan album musik Progressive Rock, berdetak dengan kisaran durasi 35 menit 21 detik. Banyak album Progressive Rock berlama-lama dengan durasi minimal satu jam. Kesan sangkil dan mangkus juga disiratkan oleh kovernya yang simpel dan efektif.
Beat dibuka dengan komposisi Neal and Jack and Me, rujukan bagi Neal Cassady dan Jack Kerouac, sebuah referensi terhadap novel On the Road. Komposisi lainnya adalah Heartbeat, diinspirasi dari buku dengan judul serupa, yang menceritakan pengalaman istri Neal Cassady, Carolyn di tengah komunitas Beats yang sangat bohemian. Sartory in Tangier, Waiting Man, dan The Howler yang merupakan rujukan bagi puisi Allen Ginsberg The Howl. Umumnya komposisi-komposisi ini menggunakan metode gitar sebagai gamelan, dimana ada dua gitar yang alih-alih memainkan distorsi dan serangan suara, malah terlibat dalam duet rumit saling menjalin dengan suara distorsi minimal, cenderung perkusif.
Secara khusus, ada dua komposisi yang berbeda dalam keseluruhan album. Komposisi tersebut adalah Neurotica dan Requiem. Kedua komposisi ini justru terasa kental oleh pengaruh Free Jazz, yang diwartakan Ornette Coleman dengan teori Harmolodics-nya. Perbedaan kedua komposisi ini adalah Neurotica terasa cepat, terburu-buru, dan cenderung punya nuansa “mania”, sementara Requiem cenderung lambat, misterius, kontemplatif sekaligus chaos.
Penggunaan idiom jazz dalam sebuah album rock ini dugaan saya berhubungan dengan generasi Beat, yang dikenal mengagungkan musik jazz.
Dari urutan atmosfer komposisi tersebut, kita dapat merasakan bahwa secara umum album ini menggambarkan suasana dari pagi (melalui Neal and Jack and Me) hingga malam (melalui Requiem) hingga fase-fase tergelapnya.
Saya merasa tafsir tersebut menarik.
Secara historis dapat dirujuk bahwa King Crimson pada masa awal berkali-kali mengaitkan album-albumnya dengan fase-fase matahari, mulai dari album pertama mereka, In the Court of the Crimson King, An Observation by King Crimson, penggemar King Crimson seakan sepakat bahwa frase King Crimson bermakna matahari.
Album tersebut merupakan album yang mempunyai elemen udara (The Court of Crimson King adalah ruang kosong yang berisi udara, yang dilihat/diobservasi oleh King Crimson, sang matahari, dari kejauhan). Album-album setelah ini secara berurutan mempunyai elemen air (In the Wake of Poseidon), api (Lizard), dan Tanah (Island). Terutama pada album Lizard dan Island, terasa sekali upaya penggambaran fase matahari dari pagi hingga malam.
Instalasi Conversioniv
Walau mahasiswa dapat menemukan semua informasi di atas melalui internet, saya tidak membayangkan bahwa mahasiswa arsitektur semester dua dapat mengemukakannya dengan lengkap. Setelah mengerjakan instalasi selama satu bulan, dengan wajah letih namun tetap bersemangat, mahasiswa berusaha menjelaskan tafsir mereka terhadap Requiem melalui instalasi bernama Conversion. Tentu dalam keadaan seperti itu ada banyak celah argumentasi. Tidak apa-apa. Kita toh harus belajar dari kesalahan-kesalahan bukan? Oleh karena itu kita menjadi mahasiswa.
Tiba saat saya mengalami instalasi. Seperti dugaan sinis saya, penafsiran mereka terhadap “kekacauan” sebuah komposisi yang didasarkan atas prinsip-prinsip harmolodics Ornette Coleman dan diramu dengan hentakan rock seperti komposisi Requiem ini akan memunculkan bentukan fisik yang mengancam, misterius, dan berbahaya.
Pesan saya saat itu kepada mahasiswa adalah bahwa dalam mengapresiasi dan menafsirkan sesuatu kita harus bertanya “kenapa” ketimbang langsung mengambil kesimpulan. Pertanyaan “kenapa” ini perlu karena dapat menjawab hal-hal yang bersifat referensial.
Cukup mengagumkan daya upaya mereka untuk memunculkan beberapa olahan ruang yang saya rasa membutuhkan nasihat profesional dari segi konstruksi. Saya tidak akan memaparkannya secara detil, tapi bersiaplah dengan kostum yang cukup lega saat mengalami instalasi ini. Minimal celana yang cukup nyaman, untuk memudahkan pergerakan.
Kompleksnya pengaturan konstruksi mungkin sengaja dimunculkan untuk menggambarkan perasaan tersiksa para mahasiwa saat mendengar Requiem. Saya tertawa saat menjelaskan hal ini ke mereka. Bila saja mereka dapat melakukan analisa dari riset melalui internet, maka mereka akan dapat melakukan penafsiran yang lebih beragam, yang jangan-jangan akan menghadirkan bentukan ruang yang lebih sederhana, dan lebih murah.
Intuitif
Kejutan yang cukup menyenangkan adalah penggunaan dua sumber cahaya kuat di dalam keseluruhan instalasi ini.
Ada sumber cahaya merah yang samar-samar mendominasi di satu pojok instalasi ini. Semakin dekat semakin kuat cahayanya. Saat saya melihatnya, dengan gembira saya berseru dalam hati; “Itu dia! King Crimson! Merahnya merah!”
Cerita cahaya yang lain adalah sebuah cahaya putih terang yang diatur dengan kesungguhan teknis, menimbulkan penafsiran filosofis tentang makna kata requiem, kematian, cahaya yang sering digambarkan oleh mereka yang memperoleh pengalaman mendekati kematian.
Serta satu kenyataan bahwa masa-masa akhir malam adalah pengantar ke terbitnya fajar.
Semua itu disampaikan dengan satu cahaya.
iWhen I Say Stop, Continue adalah sebuah komposisi King Crimson di ep (mini album) Vroom
iiKing Crimson mempunyai fase dalam kekaryaannya. Fase awal sering disebut fase Symphonic, Fase kedua adalah fase Free Rock Improvisation, Fase ketiga yang juga merupakan fase dimana album Beat berasal adalah fase New Wave atau fase Gamelan Guitar. Perubahan Fase ini masih berlanjut sampai sekarang.
iiiHarmolodics adalah filosofi musikal serta metode bermusik dari musisi Jazz Ornette Coleman. Biasanya diasosiasikan dengan Avant-Garde Jazz dan Free Jazz.
ivInstalasi Conversion merupakan tugas akhir mata kuliah Studio Dasar Desain 2. Instalasi ini memiliki luas 100 m2 dengan waktu pengerjaan (mulai dari tahap konsep sampai konstruksi) selama satu bulan. Instalasi ini dikerjakan oleh 66 mahasiswa dengan bimbingan lima dosen. Sasaran dari tugas ini adalah mahasiswa mampu mentranslasikan atmosfer pada lagu Requiem pada media dua dimensi, maket 1:10 dan instalasi 1:1. Instalasi ini memiliki lima lapis atmosfer yang mewakilkan perubahan lima atmosfer pada komposisi Requiem. Dengan melalui instalasi dengan durasi lintas rata-rata tiga menit, pengguna diharap dapat merasakan atmosfer komposisi Requiem.